Saturday, June 27, 2020

Persalinan ketiga Normal pasca Operasi (Vaginal Birth after Caesarean) VBAC

Hadiah bonus yang tak terduga....



Waktu itu masih menyusui anak kedua umur 18 bulan. Saat tengah malam perasaan lapar terus-menerus dan belum curiga.pikiran sih mungkin karena menyusui jadi lapar terus. saat itu juga anak-anak pada sakit. saya juga merasa kurang enak badan dan meriang. dan kemudian anak-anak sudah pulih dan sehat tapi badan saya masih tidak enak.

 dari situ saya mulai tersadar Astaga Kapan saya menstruasi terakhir. langsung deg-degan lalu mulai curiga Apakah saya hamil. saat itu saya masih bekerja di kantor jadi saya langsung m pergi mencari PP test di apotek. siang-siang bolong juga langsung ke kamar mandi untuk mencoba Test pack. nggak pake lama langsung keluar dua garis yang jelas dan terang. bengong kaget dan bingung. Kok bisa garis 2. kebetulan juga karena suami kerja di luar kota, ga terlalu mengkuatirkan siklus menstruasi. dan akan aware seandainya suami mau pulang cuti.
tapi rencana manusia siapa yang tau,  ketemu suami bukan di cuti tahunan, jadi lupa akan namanya jadwal subur.

Kembali ke garis 2, langsung menjadwalkn untuk kontrol ke dokter kandungan utk konfirmasi. dan benar, ternyata sudah 8 minggu usia kandungan.

sejak tahu hamil, langsung kepikiran gimana nanti lahir. bakal ngasuh 3 anak dgn kerepotan2nya. karena itu bertekad untuk lahir normal, dengan motivasi cepat pulih dan bisa menghandle 3 bocah.
tekad lainnya adalah, pengen lahiran didampingi suami, biar suami punya memori langsung bagaimana perjuangan seorang perempuan untuk bersalin.
segala tekad ga akan terealisasi tanpa seizin Tuhan.

Tekad itu pun selalu jadi materi doa tiap saat bersyafaat. dan secara manusia, wajar meminta kepada Bapanya apa yg diinginkan.  dan tetap saat menaikkan doa, ingat bahwa bukan kehendak kita yang jadi, tapi kehendak Tuhan.

trimester akhir pun datang, slama ni untuk periksa ketiga dokter kandungan dah dikunjungi. 2 dokter praktek di rumah sakit yang sama. 2 dokter praktek di rumah sakit yang lain.

dokter pertama yg didatangi adalah dokter laki yang jadi langganan saat saya hamil pertama dan kedua. karena memang ramah. tapi beliau, agak kuatir dengan keinginan saya untuk rencana bersalin normal. tapi mungkin karena dokter tetap memperhatikan keinginan saya, dia menjawab hampir sama, kita lihat ya kondisi perkembangan selama hamil. cuman ada saat terakhir saya konsul sama beliau, dia menunjukkan kalau ada 1 lilitan di leher saat USG. nah yang ini bikin cemas saya.

Kemudian, 1 dokter perempuan, saat konsul, saya coba utarakan niat untuk lahir normal. dan tetap jujur ke dokter kalau sudah punya histori persalinan kedua yg operasi. Saya rasa semua dokter pasti tidak merekomendasikan secara langsung untuk normal ketika punya riwayat SC. tapi dokter ini baik, tetap memberikan sugesti positif untuk melihat kondisi kehamilan dan janin. dan semua memang dalam kondisi baik. beliau hanya bilang kita lihat perkembangannya aja. yang penting jangan gede bayinya ya.

dokter ketiga yang saya datangi, bener bener mengecewakan. dokter laki-laki yang senior, sebut aja dokter Z, saya datang kesini karena ingin usg 4D yang memakai jaminan BPJS. saat saya utarakan ingin VBAC (Vaginal birth after Caesar) dia langsung spontan menjawab tidak bisa setelah melihat riwayat sc di buku yang ditulis perawatnya. Saya potong juga omongannya, saya ga ada keluhan selama hamil ini. kemudian, beliau agak melunak dengan menanyakan kriteria VBAC, seperti jarak kehamilan ini dengan anak sebelumnya.

Di usia kehamilan 39 minggu  , karena belum ada tanda-tanda bersalin, saya mengunjungi 1 dokter lagi perempuan, sebut aja dokter Di, yang memang banyak juga teman diperiksakan beliau. langsung to the poin kalau saya ingin VBAC, beliau juga ga pake lama, langsung mengajak USG, semua hasil menunjukkan tidak ada masalah, posisi bayi sudah dibawah, ukuran bayi ditaksir sekitar 3,1 kg. Baiklah, kalau berkeinginan seperti itu, silahkan ibu upayakan untuk mengajak bayi lahir normal karena sudah matang usia bayi didalam. banyak berjalan, jongkok, ngepel, atau campur dengan suami. yang terakhir ini saya bilang, tidak bisa karena suami kerja di luar kota. kalau begitu, boleh diganti dengan merangsang puting, begitu sarannya. dan nanti ditanggal prediksi yaitu 27 april, silahkan datang untuk periksa lagi.

setelah dari dokter tersebut, hari hari dilalui dengan aktivitas merangsang si bayi untuk lahir. nyapu, ngepel, nyikat kamar mandi, gendong anak nomor 2, dan yang pasti jalan kaki,hampir tiap pergi pulang kerja jalan kaki sekitar 2 km.

ketika tanggal 27 datang, belum ada juga tanda-tanda kelahiran, pikiran makin cemas aja. anjuran dokter untuk periksa lagi, tidak dilakukan. karena kuatir kalau datang konsul, malah disuruh operasi.

Sedikit mengulas pengalaman anak kedua, saat usia kehamilan masuk 40 minggu lebih 1 hari, saya datang konsul ke dokter yang pertama tadi saya ceritakan. dan dokter itu bilang, kalau lebih baik dirawat saja dan dibantu dengan induksi karena usia bayi sudah matang, nanti kalau lama bisa beresiko dengan bayi seperti air ketuban makin sedikit dan keruh. Setelah diinduksi 24 jam, tidak ada pergerakan bukaan mentok di bukaan 5. dan saat itu juga dokter menyarankan untuk segera operasi. beliau bilang cito. wah kalau sudah cito, saya ga bisa lagi menyanggah. dan anak kedua lahir dengan tindakan operasi.

Keputusannya adalah tetap menunggu di rumah. Bapak suami dah sibuk beberapa kali menanyakan, kapan kamu lahir. Itu juga bikin kepikiran. apalagi emak saya, sudahlah, kalau sudah ga tahan lagi, ayo operasi,karena beberapa kali saya ngeluh, sakit semua badan, dah ga enak ngapa ngapain. Kalau suami wajar nanya, karena posisi dia kerja di luar kota ( 1 provinsi, beda kabupaten). Dia berharap segera dapat kabar mau lahiran, biar dia segera cuti, dah pengen refreshing pikiran dari aktifitas pekerjaannya yang melelahkan dan bisa ketemu dengan keluarga.

Beberapa teman juga berkomentar, wah masih tinggi loh posisi bayinya, belum turun. Saya bilang aja, berhubung saya stunting 150cm (istilah kerdil- saat ini yang lagi trend), ya luas perut saya terbatas makanya kelihatan masih terlihat di atas, tapi dah sakit kok daerah selangkangan. Kebetulan saya bekerja di puskesmas, masuk 36 minggu, hampir tiap minggu minta tolong teman bidan untuk palpasi atau meraba posisi bayi. Ada 1 teman bidan bilang kalau bayi memang masih goyang kalau belum mau lahir, tapi kalau dia sudah masuk panggul ngunci, kontraksi stabil, itu tanda-tanda mau lahir dan
boleh dipersiapkan untuk persalinan.

Keesokan harinya, di tanggal 28 April 2020, pikiran sudah gundah gulana, kok belum juga ada tanda - tanda.Setiap ada tanda-tanda basah di celana dalam atau saat buang air kecil, selalu meneliti apa ada bercak flek atau darah. Siangnya, berhubung terus galau, akhirnya memutuskan mengajak mertua untuk keluar ke pasar. Sebenarnya agak takut juga keluar di saat pandemi ini. Apalagi, naik angkot, mau bawa motor dah ga kuat lagi.

Kebetulan mertua datang dari Medan sudah dari tanggal 21 April 2020. Senang sih bisa datang mertua, tapi memikirkan di masa pandemi virus corona ini, agak kuatir juga kontak dengan siapa pun yang perjalanan dari luar kota. Tapi yakin aja, mertua kan begitu aware dengan kesehatan. Segala persiapan pencegahan disiapkan mertua, seperti masker, hand sanitizer, jaga jarak. Saat jemput di bandara pun, ga ada ritual cipika cipiki dan canggung jadinya. Yah semuanya dikarenakan kondisi pandemi ini.

Kalau di pikiran saya, mertua mungkin berpikir kok belum lahir - lahir ya mama humala ini dan ga mau menyinggung perasaan mantunya ini, takut jadi beban pikiran karena belum lahiran juga (entah benar atau tidak pikiran saya, hehe. Berasa saya bisa baca pikiran orang 🤪🤪). Padahal emak saya sendiri dengan enaknya ngomong ngajak operasi dah dari kapan kapan.

Kami pun keluar jalan ke pasar. awalnya naik angkot, sampai di sekitaran pusat kota, saya bilang sama mertua, kita jalan terus ya inang (panggilan menantu ke mertua-bahasa batak)
kebetulan ada 3 tangga penyebrangan dilalui, bener bener sangat melelahkan dan sakit badan semuanya. Tadinya ga tau mau beli apa, hanya sekedar mau menghabiskan waktu untuk jalan, usaha agar cepat lahiran. Ternyata lihat di pasar ada nanas, beli nanas dua buah. Lihat buah pisang, beli pisang, kebetulan juga masih puasa, banyak bahan buat cendol, beli juga cendol. dan terakhir mertua beli timun (untuk orangtua yang sudah pada tensi tinggi).  setelah itu jalan lahi ke tempat ngetem angkot dan pulang.

Tengah malam makin ga enak ini badan. Kontraksi sudah datang walau tidak sering. Berhubung memang ngarep biar cepet lahir, inget teori mancing kontraksi, dengan rangsangan puting. itu terus yg dilakukan. memang saat kita rangsang puting, nyeri kontraksi berasa banget, sampai subuh begitu terus yang dirasa. Kemudian saat buang air kecil, ngeliat ada jaringan darah ngalir di lantai saat cebok. Padahal beberapa  minggu ni slalu meratiin CD apa ada tanda bercak. Lah mungkin karena dah bosen jadi ga kepikiran untuk peratiin CD. Jadi, bener2 surprise. Kemudian ambil tisu, nyoba menyeka daerah kemaluan dan bener memang ada bercak darah segar. Kalo dulu waktu hamil pertama ngeliat gitu begitu kuatir. kalo sekarang, seneng banget, hore bentar lagi mau lahiran. apalagi dengan diikuti rasa kontraksi.

Saya mulai kepikiran dan penuh kebimbangan, apa bener saya mau lahiran karena mau menghubungi pak suami untuk datang. Tapi takutnya salah menyimpulkan, karena waktu hamil pertama baru seminggu kemudian lahir setelah insiden lihat bercak darah di CD (kiblatnya selalu ke kehamilan pertama karena dah tau rasa lahiran normal).
Kemudian, ambil teori menjelang persalinan yang lain yaitu, tempo kontraksi yang semakin pendek dan rasa yang begitu sakit.
Saat rasa bimbang datang, slalu seneng berdiskusi dengan Tuhan. Kucoba menenangkan diri sembari menikmati kontraksi itu, Tuhan saya panggil ya papa oce, tolong izinkan dugaan anakMu ini benar kalau akan lahiran. "Hamba meminta izinkan hamba juga merasakan sekali saja persalinan didampingi suami, hamba ingin lahir normal juga Tuhan, hamba ingin suami melihat bagaimana perjuangan hamba karena mungkin ini yang terakhir hamba bersalin, sudah cukup untuk 3 malaikatMu, bukan maksud memaksakan kehendakku Tuhan, ini adalah rasa yang sesungguhnya hamba rasakan dan inginkan, bukan karena keegoisan diri tapi juga memikirkan hamba harus segera pulih karena abang dan kakak perlu perhatian mamanya, sembari merawat adik bayinya. Tuhan lihat kondisi hamba, yang akan sendiri menjaga merawat anak2. Suami akan kembali ke tempat kerja, orang tua juga sibuk dengan usahanya. tapi tetap Tuhan hanya kehendak Tuhanlah yang jadi. dengarlah harapku, Bapa. amin". Kurang lebih begitulah selalu percakapanku dengan Tuhan Yesus.

Jam 5 pagi saya segera mengirim wa ke suami. Pa, aku sepertinya mau lahiran, tapi ga yakin juga sih.
"Gimana kira2 aku berangkatkah?".
 "Ntar dl ya. masih bingung dengan tanda-tandanya"
Ku wa lagi, setelah makin nikmat rasa kontraksinya, "pa, berangkat sekarang ya."
Abis tuh wa ku ga di read2.
Inisiatif langsung ku telfon paksu. "Pa, berangkat ya.", "ya ma aq berangkat"
dari sana sepertinya kedengaran berat suaranya. "kamu tidur ya.", "iya, ngantuk kali aku"
Bener dugaanku, pantes belum diread wa nya. mudah tidur soalnya paksu ini. Untung  ditelfon.

Kembali lagi dengan pengalaman anak pertama, coba ngitung dari mulai mules sampe lahiran sekitar 12 jam. nah ini, jam 5 pagi, mungkin perkiraan sore lahiran. Jadi bisa kekejer dong suami nemenin, karena perjalanan suami dari lokasi kerja ke rumah sekitar 6-8 jam. Memang udah rencana untuk ga buru buru ke rumah sakit, takutnya petugas disono ga sabar nungguin, kitanya stress, bayi stres, disuruh operasi pula. Jadi, ngerasain mules di rumah sembari nunggu suami sampe.
Ternyata jam 12 siang suami sampe di rumah, setidaknya istirahat dulu makan siang, main sama anak anak.

Jam 2 ngajak suami siap-siap ke rumah sakit. dah siapin perlengkapan semua. Saya menghubungi bapak saya yang lagi usaha untuk antar ke rumah sakit (paksu ga berani bawa mobil di kota, biasa tinggal di pelosok sih). Agak hebohlah, karena semua mau antar, ada Bapak, mama, mertua dan suami. Anak anak dijaga sama kakaknya (ponakan saya anak kuliahan) padahal kondisi wabah covid ga boleh rame rame. Alhasil nyampe di UGD rumah sakit hanya bisa 1 orang yang nemenin. Jadi, suami lah yang nemenin masuk. Bapak, mama dan mertua nunggu diluar.

Sesampe di UGD, di VT (vaginal touch-periksa dalam) oleh bidan, sudah bukaan 4-5. Ditanya siapa dokternya, saya bilang dokter saya "dokter Di" untuk segera dapat tindakan. Suami urus administrasi dan kamar, setelahnya saya juga langsung diarahkan rekam jantung bayi dulu di kamar perawatan, dan hasilnya bagus. Kemudian dilanjutkan USG lagi dengan dokternya. Hasilnya bagus semua, ukuran bayi sekitaran 3,1 kg. Lanjut lagi di VT sama dokter. Dokter bilang dah bukaan 5-6. Tadinya kalau belum maju, akan disuruh kembali ke kamar perawatan, tapi tidak jadi setelah diperiksa dokter Di. Saya sambil menahan nikmatnya kontraksi, disuruh bidan untuk buat surat pernyataan akan persalinan normal ini. Semua resiko tindakan normal akan diterima dan merupakan keinginan sendiri. Saya juga nanya bolehkah jalan - jalan biar makin cepet lahiran. kata bidannya ga usah, di bed aja sambil miring ke kiri, nti tenaga nya habis kalau jalan-jalan.

Semakin lama semakin menjadi " rasa nikmatnya" kontraksi ini (kata orang pamali kalau dibilang sakit atau nyeri untuk rasa kontraksi ini, soalnya kehamilan, rasa kontraksi itu berkat, jadi harus dinikmati ), tapi saya mau jujur, ini bener bener sakit banget, melebihi sakit kontraksi waktu kehamilan pertama. Spontan dan naluri aja, selama kontraksi terus ini mulut ngoceh kesakitan, ngeluh waktu yang lama, kok ga lahir-lahir, bicara sama adek bayi didalam biar bantu mamanya cepat lahir dan macem macem ocehan keluar.

Beberapa waktu kemudian Dokter Di datang ke bed menghampiri, karena beliau mendengar ocehan saya yang kesakitan banget, dia coba VT lagi masih bukaan 6, kemudian kami ngobrol (sekalian mengalihkan fokus biar lupa rasa sakitnya),  Dokter Di coba elus elus perut untuk bantu ningkatin kontraksi. Dia juga menghitung jarak kontraksi sudah dekat. Dokter Di minta bidannya menyiapkan ruangan tindakan. Kemudian beliau VT lagi dan sudah maju bukaannya di 6-7.

Sakitnya bener bener semakin menjadi jadi, saya sampe terucap ada obat pengurang rasa sakit kah, lupa kalau sebenarnya kontraksi itu ngajak bayinya maju untuk lahir. Bidan dan dokter Di bilang ya sakit itu yang dicari, kalau ga sakit ga bisa lahir bayinya.
saya juga ngerasa pengen pipis, bidannya bilang pipis aja di diaper tapi saya bilang ga bisa. Saya pengen pipis di toilet, bolehkah turun dari bed. saya diperbolehkan ke toilet. dan setelah itu, makin sakitlah kontraksinya. Di VT lagi ,sudah bukaan 8. wah cepet juga kata dokter Di. Bidannya menjawab," ibu ini tadi turun ke toilet mau buang air kecil" mungkin efek gravitasi itu, jadi bukaannya makin nambah.

Dalam sakit itu saya ga lupa ngoceh minta tolong sama Tuhan, bantu untuk kuatkan. bener2 sakit banget. dan sempat menutup mata berdoa sungguh, "Tuhan Yesus, perjuangan hamba sudah sampai sini, menunggu ini, hamba sampai bela-bela jalan kaki, nahan kontraksi yang kadang - kadang muncul,  suami sudah datang mendampingi, izinkan hamba berjuang sampai bisa lahir. Jangan sia siakan perjuangan hamba, Tuhan. kasihani hamba, anak-anak hamba, izinkanlah bayi ini segera lahir dan beri kekuatan pada hamba, berkati Tuhan Yesus, amin."

Kemudian rasa mules makin kuat, dokter Di juga sudah siap menunggu sampai ada tanda tanda bayi mau keluar. Beliau juga mengintruksikan bidan untuk bantu rangsang puting. agak risih juga ya, puting susu kita disentuh orang lain.
Tiba -tiba ada rasa kayak mau ngeden, dokter Di dan bidan mengajak untuk ngeden, tapi tidak pakai teriak, biar ga abis tenaga.
saya coba ngeden, tapi kok susah banget. sekali ngeden, hanya capek dan nyeri yg dirasa. Dua kali coba lagi ,sama aja. Sampe berulang kali, sepertinya lebih dari 10 x ngeden, belum keluar keluar si bayi.

Disaat kondisi mulai melemah,  mulai berpikir untuk menyerah. Dalam hati berkata, sudahlah, ga sanggup banget rasanya. Apa harus caesar lagi?
Tapi terlintas juga dibenak, perjuanganmu sudah panjang untuk sampai saat ini, jangan jadi sia-sia, ingat juga sama abang dan kakak di rumah, mereka butuh dirimu cepat pulih, ingat juga dirumah, belum ada orang yang membantu. Tak lupa juga untuk berdoa (senang berbicara dengan Tuhan seperti ngobrol sendiri tanpa sikap berdoa) ,"Tuhan tolong kasih kekuatan padaku. Engkau tau nyeri ini ditambah sudah lelah,capek. Bantu hambaMu, beri kekuatan untuk mengeluarkan anak ini, kasihani hamba, hamba percaya Tuhan mampukan, amin.

Saya berasa mendapat kekuatan berlipat-lipat, rasa nikmat datang lagi, saya pun coba ngeden. Saya merasa kok seperti ngeden mengeluarkan kotoran. Dokter bilang, sebentar saya lap dulu kotorannya (ya ampun, begini ya dokter, sampe rela juga bersihkan kotoran kita). Tapi setelah itu, Bidan dan dokter berteriak ayo bu, sudah kelihatan kepala bayi. Mendengar itu segera saya kumpulkan tenaga lagi, saat ngeden tiba-tiba dokter mengambil gunting dan menggunting episiotomi. Wah ga terkira pedihnya, berasa jadi berlipat - lipat nyeri yang dirasa. Tapi, untuk mengalihkan sakit itu, saya lanjutkan untuk mengeden dengan tenaga maksimal, alhasil bayi saya keluar. Rasa syukur saya benar - benar tak terkira. Berulang kali saya berteriak. "terima kasih Tuhan Yesus, Terima kasih Tuhan Yesus, Terima kasih Tuhan Yesus"

Pak suami semangat banget lihat anaknya sudah lahir, dia ngikutin bidan yang membawa bayi, saya dibiarkan dengan dokter. Begitulah pak suami dari lahiran anak pertama, anaknya dulu yang dilihat baru istrinya. ( Haha, iri sama anak ya. )

Suami datang lagi,dia kasih tau berat bayi 4kg panjang badan 50cm. Astaga, pantes kok susah banget lahirnya. dah ngeden berulang - ulang, belum lahir-lahir. seingetku dulu, si abang yg pertama lahir hanya 2 kali ngeden aja, memang berat lahirnya 3,1kg.

Tapi saya benar-benar bersyukur, Tuhanku mengabulkan doaku. Aku bisa lahir normal dan didampingi suami. Waktu lahir ini pun sudah dirancang Tuhan, sehingga mertua, suami bisa ada semua. Terkhusus suami, sempat juga minta dalam doa, agar jangan malam hari datangnya mules, karena sangat ngeri suami berangkat dari lokasi kerja ke rumah, rawan, dan terpaksa harus nunggu esok harinya yang kemungkinan saya bisa tidak ditemani suami. Puji Tuhan subuh dikasih tanda lahiran, suami bisa perjalanan pagi, dan selama proses persalinan ada menemani. Dia pun seperti tercengang dengan pengalaman pertamanya melihat langsung proses persalinan, walaupun dia juga sudah pernah lihat video persalinan di youtube.

Pengalaman ini memang ingin saya bagikan, sebagai bentuk kesaksian baiknya Tuhan yang mau mendengar doa anakNya. Dan juga, untuk memotivasi mama mama yang ingin merasakan lahir normal setelah persalinan sebelumnya melalui operasi.

Memang Tuhan ingin melihat keseriusan kita atas permohonan kita. Jadi perlu usaha dari kita, mulai dengan menjaga kehamilan agar tidak ada masalah, makan makanan bergizi, rajin bergerak, rajin kontrol, mengkomunikasikan ke bayi dalam perut untuk bantu mama biar keluar dengan normal, rajin jalan, apalagi menjelang taksiran lahir, lebih ekstra lagi.

Akhir kata, tanggal 29 April 2020 pukul 19.00 wib, telah lahir anak ketiga kami, putri kedua dengan normal (Vaginal Birth After Caesarean- lahir normal setelah sebelumnya operasi ) dengan BB 4 Kg dan PB 50 Cm. Bayi ini kami beri nama Sashenka Josephine Lubis, artinya anak yang penolong yang selalu bersukacita didalam Tuhan.

God bless you all